Archive for Mei 2012

Kisah Cinta Khusrau dan Syirin

Selasa, 29 Mei 2012 § 0

Syapur kelelahan setelah semalaman suntuk ikut pesta bersama pangeran muda Khusraw. Syapur coba mencari pasangan yang tepat unutk Khusraw, dan dia merasa puas dengan upayanya semalam. “Kugunakan trik tertua yang ada di buku, “pikirnya, menyeringai pada dirinya sendiri sambil naik ke pembaringan. “Dan Khusraw terperangkap! Semakin banyak semakin baik untuknya.” Dengan lebih serius Syapur membayangkan, ‘Yah, tinggal menunggu waktu hingga dia menemukan seseorang dan tenanglah hidup. Sampai kapan dia akan terus hidup bersenang-senang tanpa tanggung jawab?”
Apa yang sudah dilakukan oleh sepupu dan pejabat istana pangeran Khusraw tersebut adalah menceritakan seoran gputri yang pernah dilihatnya di Armenia dengan penuh semangat. Di akhir pesta, Kusraw telah begitu terpana oleh pesona putri tersebut sehingga dia langsung jatuh cinta pada bayangannya semata. Syapur sendiri kagum dengan gambaran yang keluar dari bibirnya, sulit dipercaya bahwa dia dapat menciptakan bayangan yang sangat memikat semacam itu.
Obyek fantasi Khusraw, yakni Syirin, tidak tahu sama sekali tentang rencana Syapur. Seandainya tahu pun, Syirin tidak akan peduli. Gadis muda ini terlalu mandiri untuk membiarkan masalah pernikahan mengganggu pikirannya. Barangkali justru jiwa bebasnya ini yang membuatnya sangat menarik. Dia dibesarkan sebagai satu-satunya pewaris tahta Armenia. Bibinya, Sang Ratu Agung Mahin, tidak memiliki anak, yang membuat Syirin menjadi penerusnya. Mungkin, karena itulah Syirin mencurahkan energinya untuk mempelajari pelbagai keahlian yang biasanya tidak menarik minat kaum wanita di zamannya, seperti menunggang kuda, berburu, dan seni perang.
{jcomments on}
Bukan berarti Syirin tidak memiliki kualitas feminine, justru sebaliknya. Dia sangat cantik: matanya yang biru laut tampak bersinar, pipinya yang begitu merona tampak luar biasa, memberinya kulit terang; rambutnya bergelombang, tebal dan gelap, menari liar membingkai wajahnya. Benar-benar kecantikan yang sempurna sehingga pujian Syapur yang berlebihan pun sebetulnya masih wajar. Pangeran begitu ingin melihat Syirin, maka Syapur pun berangkat ke Armenia dengan maksud untuk membawa sang putri bersamanya.
Musim panas dengan cuacanya yang cerah dan bunga-bunga yang bermekaran, telah membawa kebahagian bagi Armenia. Kebiasaan Syirin selama musim panas adalah menghabiskan waktu seharian di daerah pedalaman. Tempat khususnya merupakan sebuah tempat peristirahatan di dekat air terjun yang dikelilingi semak belukar lebat, terlindung dari pandangan orang, di mana dia dan dayang-dayangnua dapat bebas berenang. Biasanya dia juga ditemani sahabat-sahabatnya.
Ketika Syapur tiba di ibukota Armenia, dia mendapat kabar bahwa putrid sedang berpesiar ke luar kota. Syapur langsung melaju ke daerah pedalaman. Di jalan dia membuat rencana untuk menarik perhatian Syirin kepada Khasraw. Hari sudah sore ketika Syapur tiba di tempat peristirahatan kerajaan. Dia turun dari kudanya dan berjalan mengendap-endap. Sejenak dia mengamati putri dan para sahabatnya yang sedang bergembira dari balik sebuah pohon. Kemudian dia melihat sekelilingnya dan menemukan pohon kenari yang sempurna untuk menjalankan rencananya.
Dengan hati-hati dia mengambil sebuah gambar dari kantung sadelnya dan membawa gambar itu menuju pohon kenari. Seorang seniman berbakat telah membuat gambar tersebut, gambaran hidup yang begitu mirip dengan sang pangeran tampan. Dalam lukisan itu Khusraw mengenakan jubah satin berwarna biru gelap yang diberi ornamen intan dan safir, tangan kanannya bertumpu pada sebuah pedang yang menyembul dari ikat pinggangnya. Mata hitam Khusraw yang ekspresif menatap langsung mata orang yang melihat lukisan itu. Beberapa ikal hitam berantakan menghias keningnya, member kesan liar. Dengan hidungnya yang mancung dan bibinya yang tegas, gambar itu sangat menarik perhatian.
Syapur memajang lukisan itu pada pohon kenari, dan duduk menunggu di tempat yang agak jauh. Akhirnya Syirin berpisah dari teman-temannya. Dia berjalan perlahan, menghirup tiupan angin sepoi-sepoi dan wangi segar rerumputan. Ketika dia mendekati pohon kenari, langkahnya terhenti dan dia menutup mata, coba membebaskan pikirannya dari masa lalu atau pun masa yang akan datang. Pikirannya jernih, dia berdiam diri selama beberapa menit. Sambil tersenyum dia membuka matanya-dan terpaku pada lukisan yang bergantung pada pohon kenari. Penasaran, dia mendekati gambar tersebut dan mengamatinya.
Lukisan itu adalah gambar seorang lelaki paling tampan yang pernah dilihatnya. “Gambar siapa ini?” pikirnya. Dia mengambil gambar itu lalu menatap linglung sesaat, merasakan pusaran di perutnya. Apa yang terjadi padanya? Dia kembali ke tempat peristirahatan sambil menyembunyikan gambar itu di balik pakaiannya. Acara jalan-jalan yang tadinya akan dilakoninya, telah terlupakan. Sepanjang hari Syirin duduk di tepi sungai, menatap permukaan air. Dia tidak berbicara kepada siapa pun; bahkan tidak menjawab pertanyaan teman-temannya yang terkejut melihat perubahan suasana hatinya mendadak. “Ayloah, Syirin, ada apa denganmu?” Tanya mereka. “Engkau terlihat seperti orang yang barusan bertemu hantu.” Bukannya menjawab, Syirin berbalik menuju tendanya, mengeluarkan gambar itu, lalu memandanginya dalam-dalam.
Abigail-pengasuh Syirin, sdah mengenal baik perubahan suasana hati tuannya, tetapi kali ini kok ia tidak seperti biasanya. Dengan penuh rasa ingin tahu dia mengamati Syirin dari kejauhan. Ketika Syirin memasuki tendanya, Abigail mengikuti. Dengan hati-hati dia mengintip ke dalam tenda dan melihat Syirin yang sedang menatap sebuah gambar. Saat Syirin tertidur, Abigail berjingkat masuk, lalu perlahan-lahan menarik lukisan itu dari bawah kasur Syirin.
Karena terlalu khawatir terhadap tuannya, Abigail membawa lukisan itu kepada teman-teman Syirin dan menceritakan apa yang sudah dilihatnya. Setelah membahas perubahan aneh yang terjadi, teman-teman Syirin menyimpulkan bahwa Syirin, entah bagaimana menderita sakit karena cinta kepada lukisan yang ditemukannya. Sore itu juga mereka mendatangi Syirin dan menasihatinya agar melupakan semuanya. “Bagaimana jika bibimu mengetahuinya?” salah satu dari mereka bertanya. “Apa yang akan kauceritakan? Bahwa kau telah jatuh cinta kepada sebuah gambar?” namun tiada guna mengalihkan perasaan Syirin. Gambar itu telah menjerat hatinya.
Betapa Syirin dan Khusraw sudah saling jatuh cinta pada bayangan masing-masing-padahal bertemu pun mereka belum pernah! Ironis, ‘kan?
Syirin kembali pohon kenari beberapa kali, berharap menemukan secuil berita tentang orang yang ada di dalam gambar itu. Dia meminta dayang-dayangnya mencari di sekitar tempat itu dan melihat apa yang bisa mereka temukan.
Dayangnya menemukan Syapur, yang sedang bersandar di sebuah pohon tidak jauh dari tempat peristirahatan tersebut. Syapur dibawa menghadap sang putri. Setelah menyuruh dayangnya pergi, Syirin menanyai tentang siapa dirinya dan apa yang dilakukan Syapur di tempat peristirahatan Kerajaan Armenia. Syapur mengenalkan dirinya, menenteramkan hati sang putri dengan kehormatannya, dan menerangkan bahwa dia hanya seorang pengembara lewat.
Syirin menyipitkan mata dan menatap Syapur, “Ada orang yang telah menggantungkan gambar asing pada pohon di dekat sini,” katanya. Lalu Syirin memperlihatkan gambar itu kepada Syapur, “Apakah engkau melihat orang lain di sekitar sini?”
Syapur memandang gambar itu, pura-pura terkejut. “Kenapa” ini lukisan Pangeran Khusraw dari Persia!” Syapur menatap Syirin dengan ekspresi penuh kekaguman, “Beliau adalah orang yang paling berani.” Dia meletakkan lukisan itu dan berkata, “Hamba pernah mendapatkan kehormatan berada di dalam istananya dan menemaninya selama bertahun-tahun. Hamba juga kerabatnya.”
Terlupakan akan tujuan semula untuk mengetahui dari mana gambar tersebut berasal, Syirin mendesak Syapur bercerita lebih banyak tentang sang pangeran. Dengan cara yang sama ketika dia menceritakan sang putri kepada Khusraw, Syapur menggambarkan sepupunya kepada Syirin. Syapur membujuk Syirin supaya berangkat ke Persia sesegera mungkin untuk menemui Khusraw. “Hamba yakin pengeran akan tersanjung menemui tuan putri."
Syirin berpikir cepat. Bepergian ke Persia? Tetapi bagaimana dia bisa menjelaskan alasan kepergiannya kepada bibinya? Bagaimana jika dia pergi sendirian? Dia akan memikirkan beberapa alasan dan menulis surat kepada bibinya begitu dia tiba di Persia dan telah menemui pangerannya. Barangkali saat itu ada berita baik yang dapat disampaikan! “Aku tidak membiarkan seorang pun tahu atas kepergianku,” kata Syirin kepada Syapur, “karena bibiku mungkin akan mengirimkan orang-orangnya untuk menyusulku.”
Syapur menjamin bahwa dia akan mengalihkan perhatian para dayang sehingga Syirin dapat melarikan diri dengan aman. Dia akan bergabung dengan putri kemudian, dan memastikan tidak ada seorang pun yang mengikuti mereka. Dia menyarankan agar putri berpakaian seperti seorang laki-laki demi menjaga keamanan. Dia akan memberikan putri seperangkat pakaiannya dari kantung sadelnya.
Dan, begitulah, Syirin memacu kudanya, Syabdiz, yang merupakan kuda terbaik dan tercepat di Armenia. Tak seorang pun dapat berharap mengejar Syirin bila dia sedang menunggangi Syabdiz! Bahkan Syapur yang menyusul hanya dua jam setelah Syirin, tertinggal bermil-mil di belakang. Pada saat bibi Mahin mengetahui Syirin menghilang, gadis itu terada berada sangat jauh. Dan tak seorang pun tahu ke mana tujuan Syirin.
Di Persia, Raja Hurmuz mengadakan lawatan singkat. Memanfaatkan kepergian ayahnya, Khusraw memutuskan untuk membuat koin-koin baru yang bergambar dirinya sebagai pengganti sang raja. Ketika Hurmuz kembali ke Mada’in, ibukota Kerajaan Persia, dia sangat marah terhadap kelakuan putranya yang kurang ajar. “Apa yang dia fikirkan-'sekarang ayahku pergi, akulah Raja Persia?”’ ujarnya dengan marah kepada penasihatnya. “Aku ingin dia keluar dari ibukota. Dia tidak akan pernah kembali lagi ke sini!”
Tetapi bahkan sebelum titah raja disampaikan, Khusraw sudah pergi ke Armenia. Sahabat-sahabat Khusraw di istana telah memperingati Khusraw tentang kemarahan raja. Di samping itu, kesabarannya menipis, menunggu berita yang tak kunjung tiba dari Syapur. Dia memutuskan untuk mencari sendiri Syirin.
Di dalam perjalanan, Khusraw berhenti di sebuah sungai untuk beristirahat. Namun, dia merasakan bahwa dia tidak sendirian. Dengan hati-hati dia membawa kudanya bersembunyi di balik semak belukar. Tampak seorang gadis yang sedang berenang di sungai. Tubuhnya yang seperti di pahat dengan kulit putih-pualam bergerak mulus seperti seekor ikan di dalam air, dan rambutnya yang kusut, tampak liar melekat pada wajah dan bahunya, memberinya kecantikan yang alami. Khusraw menahan napas melihatnya. Entah bagaimana, dia merasa pernah melihat gadis itu sebelmnya, tetapi dia tidan ingat di mana atau kapan. Ketika gadis itu muncul dari air lalu mengenakan pakaian-yang anehnya, pakaian laki-laki Khusraw mwmalingkan muka, merasa jengah melihat tubuhnya yang telanjang.
Mendengar suara kuda meringik, pangeran kembali memalingkan muka-dan hanya menemukan bahwa gadis itu telah lenyap secepat angin. Khusraw berkuda mengelilingi daerah tersebut, tetapi tidak menemukan jejak gadis itu. “Kuda macam apa yang dapat berlari begitu kencang?” tanyanya heran.
Pangeran masih harus berusaha menempuh jarak bermil-mil sebelum akhirnya tiba di ibukota Armenia ketika dia melihat seseorang berkuda di kejauhan. Ternyata orang itu adalah Syapur. Khusraw menyambut Syapur dengan gembira dan menceritakan semua peristiwa yang terjadi di Persia ketika Syapur pergi, dan menambahkan bahwa dia sedang dalam perjalanan mencari suaka kepada Mahin. Syapur, pada gilirannya, mengabarkan berita tentang pelarian Syirin ke Persia. Khusraw baru menyadari bahwa gadis mempesona yang tadi dilihatnya berenang di sungai pastilah Syirin.
Sayangnya, mereka tidak mungkin kembali, karena Khusraw telah membuat ayahnya murka. Tanpa dukungan dan perlindungan ayahnya, hidup Khusraw terancam oleh anggota-anggota istana yang oportunitis. Dia sudah mencurigai bahwa ada pegawai istana yang sedang berencana merebut takhta, tetapi Khusraw tidak dapat membuktikannya kepada ayahnya. Yang lebih buruk, kepergian Khusraw dari istana akan memudahkan orang-orang itu menyerang raja. Khusraw mengkhawatirkan yang terburuk, tetapi sementara ini sebaiknya dia menjauh. Begitu kemarahan ayahnya reda, dia akan kembali dan meminta maaf. Maka KHusraw pun memacu kudanya terus ke Armenia.
Ketika Syirin tiba di Mada’in, dia baru tahu bahwa pangeran telah melarikan diri. Apa yang harus dia lakukan? Di satu sisi dia menyesal telah datang ke Persia, tetapi di sisi lain, dia tidak punya keberanian untuk kembali ke Armenia dan menghadapi bibinya. Ketika Raja HUrmuz diberitahu tentang identitas sang putri dan alasannya datang ke Persia, raja memperlakukan putri dengan sangat baik-bahkan beliau memerintahkan membangun rumah besar di permukiman Khusraw yang berada tidak jauh dari Mada’in. Sejumlah besar dayang ditunjuk untuk melayani putri itu. Syirin pun tinggal di dalam rumah besar itu dengan 100 orang pelayan, tetapi dengan hati yang sepi.
Di Armenia, Mahin menyambut hangat kedatangan Khusraw dan Syapur. Pangeran ditempatkan di sebuah vila kerajaan. Ketika Khusraw yakin bahwa Syirin tidak akan kembali dengan sendirinya, dia mengirim Syapur untuk menjemput putri kembali ke Armenia. Namun takdir menyimpan permainan lain bagi kedua pencinta tersebut. Belum sehari Syapur pergi, sebuah pesan datang dari Persia, mengabarkan bahwa Raja Hurmuz telah wafat. Khusraw diharapkan kembalike Mada’in untuk menerima takhta. Oleh karena itu Khusraw berangkat ke Persia.
Menjelang kematiannya, hubungan Raja Hurmuz dengan Syirin berkembang dengan baik, raja memberinya keakraban yang cair dan sedikit jenaka, dan Syirin menikmati dukungan raja yang kebapakan-serta, tentu saja, keakraban mereka. Setelah kematian sang raja, Syirin merasa lebih kesepian lagi.
Syirin dan dayang-dayang Khusraw yang dikirim ke tempat tinggalnya tidak begitu akrab. Para dayang wanita itu, yang sebelumnya menjadi obyek cumbuan pangeran tidak menyukai Syirin. Mereka berpikir bahwa Khusraw akan jatuh cinta kepada Syirin bila keduanya bertemu. Didorong rasa cemburu, mereka berusaha menciptakan ketidaknyamanan bagi Syirin. Sindiran-sindiran kedengkian mereka wujudkan mulai dari menyediakan air mandi yang terlalu panas atau terlalu dingin, menyobek jahitan gaun sang putri sehingga melahirkan “kecelakaan”., hingga menyembunyikan bangkai tikus di dalam makanan sang putrid. Syirin yang tidak curiga berusaha mengendalikan situasi. Ketika usahanya gagal, hatinya hancur brantakan, Syirin begitu sedih dan rindu pulang.
Di saat-saat seperti itu, Syirin menyesali keputusan yang tidak memberitahu bibinya ke mana dia pergi atau menjelaskan kepergiannya yang tergesa-gesa dari Armenia. Alasan apa yang dapat dia berikan, terutama karena pangeran tidak berada di Persia? Merundang-rundunglah kerinduan Syirin dan berharap ia tidak pernah meninggalkan Armenia. Oleh karea itu, ketika Syapur datang menjemputnya kembali ke Armenia, Syirin sudah jauh lebih dari siap untuk pulang.
Sayangnya, keduanya tidak menyadari bahwa Khusraw sedang dalam perjalanan menuju Persia. Dia mengambil jalan pintas dan bukannya jalan utama, sehingga tidak bertemu dengan Syirin dan Syapur.
Mahin yang lega melihat keponakannya selamat, menyambut Syirin dengan terbuka. Syirin kemudian menjelaskan kepada bibinya tentang alasan kepergiannya. “Nasib, nasib, begitu lucunya,” kata Mahin. “Tahu tidak, ketika kamu sedang mencari pangeranmu, eh, dianya berada di sini. Dan sekarang, ketika kamu kembali di sini, dia sudah ada di Persia.” Mahin merenung sejenak. “Apa pun bisa terjadi. Aku ingin engkau berjanji.” Syirin mengangguk tanda setuju. “Berjanjilah, bila tiba saatnya engkau bertemu dengan pangeranmu, engkau akan berhati-hati untuk bergaul lebih jauh dengannya. Aku takut ia hanya mengejar kesenangan dunia. Ini sungguh membuatku cemas.” Dengan ayunan tangannya Mahin menghentikan Syirin yang ingin membantah. “Ya. Aku tahu dia orang cakap, lincah, dan tampan, namun jika nanti engkau bertemu dengannya, jangan pernah menyetujui apa pun kecuali menikah dengannya.” Sudah jelas Mahin tidak akan menerima bantaahan yang ingin dikatakan Syirin, jadi dengan patuh Syirin berjanji pada bibinya.
Beberapa hari setelah kedatangan Khusraw di Mada’in, Khusraw dianugerahi mahkota. Meskipun dia telah memperoleh kekuasaan duniawi yang tinggi, ia sangat berkonsentrasi pada kesempatan yang agung tersebut. Dia tidak berdaya, pikirannya tertuju pada Syirin. Kapan mereka akan bertemu?
Di antara anggota kerajaan, ada seorang yang bernama Bahran, jenderal yang tidak menginginkan Khusraw memegang tampuk kekuasan dan tidak menyetujui cara Khusraw memerintah. Bahram menulis surat kepada para petinggi tentara kerajaan, yang isinya menuduh Khusraw telah membunuh ayahnya sendiri dengan tangan dingin untuk memperolah mahkota kerajaan, dan penilaian bahwa Khusraw tidak becus mengurus Negara, serta hubungan cinta Khusraw. Dia menyebarkan rumor bahwa Khusraw telah jatuh cinta kepada gadis asing-jelaslah, katanya secara tidak langsung, semua raja muda hanya cakap membuang waktu untuk urusan romansa picisan. Bahram kemudian menyarankan kudeta militer untuk mengambil alih Negara dari pemuda yang berbahaya dan tidak berguna tersebut. Para petinggi kerajaan setuju, dan tidak lama kemudian, pihak militer di bawah pimpinan Bahram mengambil alih ibukota Persia. Khusraw yang tidak memperoleh dukungan dari sahabat-sahabat ayahnya, melarikan diri ke Armenia, tempat yang dia tahu akan menerimanya. Sementara itu Bahram menduduki takhta Persia.
Berita pergolakan di Persia sampai di Armenia. Syirin mengkhawatirkan Khusraw tetapi Syapur mampu menenangkannya. Syapur telah menjadi sahabat dan kepercayaan sang putri. “Jangan takut akan keselamatan Tuanku Pangeran,” kata Syapur, “beliau terlampau cerdas untuk membiarkan orang mencelakainya.”
Agar hati Syirin sedikit gembira, Syapur menyarankan untuk berburu rusa, satu hal yang dulu menjadi kegemaran sang putri. Oleh karena itu, Syirin bersama Syapur, diikuti beberapa orang pelayan, berkemah di sebuah tempat yang jauhnya 15 mil di luar ibukota Armenia. Pada hari kedua, Syirin melihat seorang penunggang kuda mendekat dari kejauhan, ketika semakin dekat, Syapur baru mengenalinya. Orang itu adalah Khusraw yang mengenakan baju putih petani. Setelah menuggu begitu lama dengan kerinduan yang mendalam, akhirnya Khusraw dan Syirin berdiri berhadapan. Tetapi pertemuan tersebut begitu mendadak dan tak terduga, sehingga keduanya hanya bisa menggumamkan salam malu-malu ketika diperkenalkan.
Khusraw berkuda bersama rombongan Syirin  menuju perkemahan yang menjadi tempat kesenangan Syirin di pedalaman. Diiringi pemusik dan para pelayan Syirin, mereka menghabiskan hari-hari dengan bernyanyi dan menari, minum dan bermain polo. Tentu saja, kedua kekasih yang sedang asyik itu tidak menyadari berapa lama waktu sudah berlalu.
Beberapa hari kemudian, Khusraw dan Syirin akhirnya dapat berduan, jauh dari pandangan yang lainnya. Di bawah pohon kenari yang dulu pernah memajang gambar misterius Khusraw, mereka berciuman dan saling mengucapkan cinta. Namun ketika Khusraw meminta Syirin berkencan bersamanya, Syirin mundur selangkah, “Kupikir engkau mencintaiku,” katanya mencela.
“Aku mencintaimu,” jawab Khusraw. “Itulah sebabnya aku ingin bersamamu.”
Syirin menggigit bibirnya, coba menahan amarahnya, suaranya bergetar. “Ini bukan cinta, ini nafsu! Jika engkau benar-benar mencintaiku, pertama-tama engkau akan mengeluarkan si pengganggu itu, Bahram, dan mengambil kembali negeri yang menjadi hakmu-baru kemudian engkau meminta tanganku.”
Khusraw sangat terpukul oleh kata-kata Syirin yang tajam sehingga dia hanya dapat menjawab, “Tidakkah kautahu bahwa cinta kepadamulah yang membuatku meninggalkan negeriku dan datang kemari?” lalu dengan sekejap mata dia kembali ke perkemahan menaiki kudanya berderap pergi.
Khusraw tidak berhenti hingga dia mencapai Roma. Di situ ia meminta bantuan Kaisar Roma untuk merebut kembali negaranya dari Barham. Kaisar Roma yang terkesan dengan kemudaan dan kecakapan Khusraw, memberian putrinya-Maryam-untuk dinikahi Khusraw, lantas mengirimkan pasukan Kerajaan Roma ke Persia. Di hari itu pasukan Khusraw berhasil memiliki kembali Persia, membunuh si penghianat Bahram, dan merebut kembali mahkotanya.
Setelah kepergian Khusraw yang kasar, Syirin menyesali diri, berharap ribuan kali seandainya saja dia lebih lembut terhadap kekasihnya. Tetapi sudah terlambat, dia sekarang sendirian lagi, hanya Syapur yang ada untuk menghiburnya. Syapur mendengarkan dengan sabar ratapan Syirin yang tanpa henti, dan menjadi teman bagi kesedihan Syirin-kesedihan yang berlipat ganda karena Mahin, yang telah menjadi ibu bagi Syirin , wafat akibat serangan radang paru-paru. Sekarang Syirin menjadi seorang ratu. Satu tanggung jawab yang merupakan hal terakhir yang diinginkan Syirin, namun pilihan apa yang dia miliki? Dia baru saja memebenamkan diri dalam urusan negerinya ketika ia menerima badai terakhir: datang berita yang mengabarkan bahwa Khusraw telah merebut kembali takhtanya, tetapi di sampingnya ada wanita lain. Maryam, putri Roma, sekarang menjadi isteri Khusraw. Hati Syirin luluh-lantak. Namun demikian, di tengah tangisnya dia masih sempat bergembira, karena Khusraw telah kembali mendapatkan kembali haknya sebagai raja Persia.
Pada akhirnya Syirin tidak dapat lagi menanggung perpisahannya dengan Khusraw. Tugas-tugas kerajaan bahkan tidak dapat mengalihkannya dari deritanya syirin merasa sepperti orang asing di negerinya sendiri, dan merasa tidak mampu menjalankan kewajibannya kepada rakyatnya. Karenanya, setelah berembug dengan Syapur, dia memutuskan untuk meninggalkan Armenia, menyerahkan urusan Negara kepada sepupu satu-satunya. Berangkatlah Syirin ke Persia.
Syirin masih memiliki gedung yang dulu dibangun untuknya di dekat Mada’in. di situlah dia berada agar dapat mendengarkan berita mengenai Khusraw setiap hari. Dia juga membangun ruangan khusus untuk Syapur, yang ikut menyertainya ke Persia.
Begitu Khusraw mendengar bahwa Syirin tinggal di dekatnya, api cintanya yang tertidur kembali bersemi. Khusraw menyuruh kurir menyelidiki, dan dia mendapatkan berita kehidupan Syirin sedetail-detailnya, selengkap-lengkapnya. Setelah membuat keputusan, Khusraw memberitahu isterinya, “Sayangku, aku ingin Ratu Syirin pindah ke istana ini.” Dengan ekspresi serius Khusraw coba sebisa mungkin agar tidak mengkhianati perasaan terdalammnya. “Aku diberi tahu bahwa para pelayannya tidak banyak membantu, padahal rumahnya sudah tidak dapat lagi menampung salah satu bawahannya.” Khusraw menatap lembut mata Maryam yang menyelidik-Maryam jarang menatapnya seperti itu. “Aku akan dianggap tidak baik bila membiarkan ratu Syirin dalam keadaan begitu sederhana. Dia seorang anggota kerajaan, dan pikiran bahwa aku mengabaikan tamuku diperlakukan tidak selayaknya akan menggangguku.” Khusraw tersenyum berharap dapat meyakinkan isterinya bahwa dia hanya menjaga kehormatan dirinya sendiri.
Maryam telah mendengar rumor yang menyangkut cinta suaminya terhadap Syirin, dan tidak tertipu oleh akting gombal Khusraw yang murahan. Dia mulai menangis tersedu-sedu, menuduh Khusraw tidak mencintainya, serta menuduh Khusraw tengah berencana menjalin hubungan romantis diam-diam dengan Ratu Armenia. “Tidak ada yang tidak layak dan tidak terhormat karena membiarkannya hidup dengan jalan pilihannya sendiri. Jika ia ingin hidup sebagai anggota kerajaan, dia akan tetap tinggal di istananya sendiri, bukan?” tantang Maryam. “Di samping itu,” tambah Maryam, “dia tidak pernah datang menghadap untuk menghormati kita. Jadi, dia pasti berharap dibiarkan sendirian.” Ketika Khusraw tidak memperhatikan tangis ataupun argumennya, dengan marah Maryam melangkah maju, jarinya terangkat dengan sikap yang mengerikan, dan mengancam, “Jika nanti aku tahu engkau mendekati Syirin sedikit saja, aku akan bunuh diri. Itu sumpahku!”
Khusraw tidak pernah lagi menyebut nama Syirin bila isterinya ada. Tetapi diam-diam dia memohon Syirin untuk bertemu. Namun, Syirin menolaknya dan segera mengirimkan pesan singkat: “Sebaiknya engkau tetap setia kepada isterimu.”
Melewati hari-hari yang panjang, siang malam memikirkan dan mencemaskan sang raja, akhirnya membuat Syirin lemah dan sakit. Tabib istana memberinya resep susu kambing, tetapi satu-satunya ternak gembala yang tersedia berada di sebuah gunung. Siapa yang akan mengambilkan susu dengan jarak yang begitu jauh? Syapur punya gagasan untuk mengatasinya: ada seorang arsitek seniman yang bernama Farhad yang tinggal di dekat situ. Pastilah Farhad punya jawabannya. Syapur mengundang Farhad dan menjelaskan keadaan buruk yang menimpa Syirin. Maukah Farhad memikirkan cara agar dapat segera mengambil susu kambing untuk Syirin? Ketika seniman muda berbakat itu melihat Syirin, dia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Terbakar oleh gairah baru pada tugas yang dipercayakan kepadanya, Farhad bersumpah akan membawa susu tersebut kepada Syirin, tak peduli apa pun yang akan dihadapinya.
Farhad yang tinggi dan tampan adalah seorang yang terkuat di Armenia. Dia hidup dengan jujur dan prek dengan semua kilauan harta atau materi. Bila dia mendesain sebuah bangunan, motifnya semata-mata karena dia tertarik dengan pekerjaan tersebut, atau karena ingin membantu orang-orang yang memerlukan bakat dan karyanya. Sekarang, dengan gairah baru, tanpa menunda waktu ia mengambil peralatannya dan pergi ke gunung. Seminggu kemudian, arsitek besar tersebut telah mendesain dan membangun terowongan yang menghubungkan gunung dengan vila Syirin. Para gembala memerah susu kambingnya, dan pasokan susu tersebut mengalir langsung menuju pintu Syirin.
Untuk menunjukkan penghargaannya atas pekerjaan Farhad yang penuh cinta, Syirin mengundang Farhad dan menyampaikan rasa terima kasihnya secara pribadi. Setelah memuji hasil karanya, Syirin mengambil anting-anting lalu menyerahkan kepada Farhad sambil berkata, “Engkau akan menjadi kesayanganku. Aku tidak akan pernah melupakanmu. Terimalah giwang ini sebagai tanda persahabatan. Giwang ini adalah seluruh kekayaanku yang tersisa sejak aku meninggalkan Armenia.”
Bagi Farhad, hadiah berharga tersebut melebihi dari apa yang pernah dia harapkan. Farhad membawa giwang tersebut bersamanya ke mana pun dia pergi, dan menjadi mabuk cinta kepada Syirin. Farhad menghabiskan hari-harinya sendirian di gunung, hanya meminum aliran susu dari terowongan yang dulu dibuatkannya untuk Syirin, demi memenuhi kebutuhan gizinya. Terkadang dia berjalan di dekat rumahnya Syirin, berharap dapat memandang sekilas wajahnya. Dia berbicara dengan terbuka kepada orang-orang tentang perasaannya, dan tidak lama kemudian setiap orang di Mada’in sudah tahu bagaimana perasaan Farhad terhadap Syirin.
Khusraw pun mendengarnya. Dia memerintahkan agar Farhad dibawa menghadap, dan sekarang, dengan tidak sabar Khusraw menatap aula besar di mana dia akan menerima sang arsitek. Meski berusaha keras, dia tidak juga dapat mengendalikan ketakutan akan kehilangan Syirin, bahwa Syirin akan bersama orang yang akan ditemuinya. Ketika penasihatnya mengumunkan kedatangan Farhad, Khusraw memasang ancang-ancang untuk menghadapi sang pendatang.
Farhad membungkukkan badan sebagai salam hormat. Dan perlahan meluruskan badan, menatap raja, menunggu titah.
“Engkau Farhad, si arsitek itu?” ketika Farhad mengangguk membenarkan, Khusraw menyuruh duduk. “Aku telah mendengar tentang dirimu,” kata Khusraw sambil berjalan melalui pemuda yang sekarang duduk bersila di lantai, matanya tampak kuyuh. “Asalmu dari mana?”
Untuk menambah kerisauan sang raja, Farhad tidak menunjukkan tanda ketidaknyamanan. Kenyataan bahwa kehadiran Yang Mulia Raja Persia tidak mempengaruhi sedikit pun. Dengan tenang Farhad mengangkat wajahnya dan menatap Khusraw. “Jika Yang Mulia maksudkan adalah di mana hamba lahir, hamba harus mengatakan bahwa hamba lahir di Mada’in. tetapi sejak hamba jatuh cinta, rumah hamba adalah di mana pun kekasih hamba tinggal.”
Tampang geram menghias wajar Khusraw seperti bayangan. Tak seorang pun yang berani berbicara dengan raja dengan sikap selantang itu. Namun pemuda tersebut berkata jujur. “Aku diberitahu tentang pekerjaanmu untuk Yang Mulia Ratu Armenia. Benarkah engkau jatuh hati kepada Yang Mulia?”
Farhad mengangguk. “Benar, hamba mencintai Yang Mulia Ratu, dan ingin mengabdikan hidup hamba untuknya.”
“Itu mustahil,” Khusraw menggertakkan giginya dan menatap langsung mata Farhad. “Jangan berharap akan ada keberlanjutan pada kegilaanmu ini.”
“Mungkin bagi Yang Mulia ini terlihat seperti kegilaan, namun bagi hamba, ini adalah cinta sejati,” jawab Farhad. “Dan cinta sejati tidak memiliki akhir. Meskipun terlihat seolah berakhir dengan kematian fisik sang pencinta, di dalam kenyataannya tetap akan abadi.”
Untuk pertama kali dalam hidupnya Khusraw menemukan lawan tanding yang tangguh. Sebenarnya, bersaing dengan pemuda tersebut akan menjadi sebuah tantangan. Setelah mengambil napas panjang, Khusraw membelakangi Farhad, coba mengendalikan kemarahannya. “Bagaimana dengan perasaannya? Sudahkah engkau mempertimbangkan apa yang mungkin Yang Mulia Ratu harapkan? Dan bagaimana jika dia meminta apa yang tidak engkau miliki, atau menuntut perbuatan yang bukan berada di dalam kuasamu untuk melakukannya?”
“Hamba tidak berharap Yang Mulia Ratu membalas cinta hamba; hamba hanya meminta diizinkan untuk mencintainya.” Farhad beranjak dari duduknya kemudian bangkit ketika Khusraw mengangguk. “Hati hamba, satu-satunya yang hamba miliki, sudah menjadi miliknya,” kata Farhad yang sekarang berhadapan muka dengan sang raja, “dan apabila dia menginginkan yang lebih dari hamba, hamba akan memohon kepada Tuhan agar menganugerahi kekuatan kepada hamba untuk memenuhi keinginannya.”
Khusraw bergerak menuju pelayannya untuk menuangkan dua gelas anggur, lalu dia menyerahkan satu gelas anggur kepada Farhad. “Sahabatku,” katanya, tersenyum untuk pertama kalinya, “bagiku, kehidupanmu tampak penuh kepahitan dan masalah.” Khusraw meneguk anggurnya dan menepuk bahu Farhad, menggiringnya ke jendela besar yang memperlihatkan pemandangan taman. “Kenapa engkau mau hidup di dalam kehidupan di mana kekasihmu tidak berbuat apa-apa selain sekedar tahu keberadaanmu, padahal engkau dapat memiliki seluruh cinta yang kauinginkan dari wanita cantik lainnya? Kenapa engkau harus hidup melarat dan penuh derita, padahal engkau dapat memiliki uang dan harta yang kau inginkan?”
Farhad memahami apa yang disarankan Khusraw, tetapi kalau pun dia marah, ia tidak menunjukkannya sedikit pun. Dengan tenang Farhad berpaling kepada raja, “Hamba tidak menganggap hidup hamba sakit, karena bagi seorang lak-laki yang benar-benar mencintai, sakit dan obatnya adalah satu dan sama, sama dan satu. Dan kenyataan bawa kekasih hamba mengetahui diri hamba atau pun tidak, adalah bukan tanggung jawabnya. Hamba mencintainya demi kepentingannya dan bukan demi hamba. Cukup bagi hamba hanya mencintainya. Dan sejauh hasrat hamba yang diperhatikan, bagaimana hamba dapat memiliki hasrat, bila hamba sendiri sulit menyadari keberadaan hamba?”
“Bagaimana jika seandainya rajamu memerintahkanmu agar meninggalkan Yang Mulia Ratu dan meninggalkan cinta yang bodoh ini?”
Farhad tahu bahwa Khusraw pernah mencintai Syirin, tetapi baru sadar bahwa Khusraw masih sangat mencintai Syirin. Tiba-tiba dia merasa iba kepada sang raja. “Itu tidak dapat hamba patuhi, Tuanku,” katanya dengan kilatan kesedihan di matanya.
Semakin panjang percakapan itu berlangsung, Khusraw merasa semakin kalah. Karena itu Khusraw menyuruh Farhad keluar ruangan lalu memanggil para penasihatnya. “Dia orang yang berbahaya,” kata Khusraw. “Kita tidak dapat menyuapnya dengan apa pun.” Kening Khusraw berkerut. “Kita harus memikirkan cara untuk mengusirnya.”
Para penasihat itu berunding dengan cepat dan memberitahukan tindakan apa yang harus diambil. Khusraw kembali memanggil Farhad. “Kami berjanji tidak akan mengganggu kau dan Syirin asalkan dengan satu syarat,” uacap sang raja.
Arsitek muda itu menjatuhkan dirinya bersujud, airmata bahagia menggelimang di pipinya. “Apa pun titah Yang Raja Agung inginkan!”
“Kami memerlukan jalan tembus yang melalui gunung Bistun, agar kita dapat bepergian ke sisi lain gunung itu dengan lebih cepat dan efisien.”
Selama bertahun-tahun Gunung Bistun menjadi rintangan yang berat. Semua upaya untuk membangun jalan tembus berupa terowongan mengalami kegagalan, karena batu granit pada tebingnya tidak memungkinkan para pekerja membuat jalan perintis. Belum ada yang mampu mengatasi kesulitan proyek tersebut. Khusraw tersenyum sendiri. Begitu Farhad memulai tugas yang mustahil tersebut, tidak ada harapan untuk kembali.
Begitu engkau menyelesaikan pekerjaanmu, demi kepuasan kami,  kami akan menikahkanmu dengan Syirin,” kata Khusraw.
“Hamba akan mulai besok. Dan hamba akan melakukanya dengan kemampuan terbaik hamba,” jawab Farhad, gembira karena sebentar lagi Syirin akan menjadi miliknya.
Bagi Farhad, proyek Gunung Bistun tidaklah sulit. Memimpikan kekasihnya ketika dia bekerja keras, membuat pekerjaan tersebut lebih mudah buatnya. Dia tidak menghiraukan terik matahari, otot-ototnya yang sakit, ataupun punggungnya yang terluka. Setiap pukulan palu, baginya laksana kata-kata manis dari Syirin. Pada malam hari, ketika dia berhenti bekerja, ia memahat lukisan Syirin, Khusraw, dan dirinya pada batu. Kemajuan hasil pahatannya mencerminkan kemajuan pekerjaannya di gunung.
Syirin, yang mendengar upaya Farhad, langsung tahu bahwa itu adalah rencana yang ditujukan untuk kematian Farhad. Syirin menyadari bahwa dia harus memaksakan diri untuk berangkat ke Bistun dan memperingatkan sahabatnya.
Mereka berbincang-bincang. Farhad memperlihatkan hasil karyanya. Proyek itu sudah berjalan lebih dari setengahnya, dan Syirin memutuskan untuk tidak memberitahukan sama sekali tentang rencana Khusraw. “Khusraw akan dikalahkan  oleh rencananya sendiri,” pikir Syirin.
Pada hari itu juga Syirin kembali pulang dengan keyakinan akan menang. Namun kunjungan Syirin diketahui. Mata-mata raja membawa berita tersebut kepada Khusraw. Tertekan-panik, sang raja mengumpulkan para penasihatnya. Di satu sisi dia takut Syirin akan jatuh cinta kepada Farhad-untuk apa lagi Syirin menempuh kesulitan bila hanya untuk mengunjungi Farhad? Di sisi lain, konstruksi jalan pintas Bistun hampir selesai, apa yang harus ia lakukan dengan janjinya kepada Farhad? Dia telah meremehkan sang pencinta.
Khusraw menyukai ide baru penasihatnya. Karena itu dia mengirim seorang lelaki tua ke Gunung Bistun. Orang ini menyapa Farhad dengan wajah sedih. “Apa yang kau lakukan pada gunung ini?” tanyanya.
Farhad menjelaskan tugasnya lantas menambahkan, “Untuk cintaku tidak ada kerja yang sulit.” Dia menggores tanah dengan palunya. “Aku akan memindahkan gunung ini bila perlu.”
Lelaki tua itu menggelengkan kepala dengan sedih. “Kasihan…,” katanya. Lalu memalingkan wajah seakan-akan ingin menyembunyikan airmata. Gerak isyarat tersebut memancing Farhad.
“Apa maksudmu?” Tanya Farhad sambil meletakkan palu.
“Tidak ada.” Lelaki itu tampak enggan bicara.
“Engkau harus mengatakannya kepadaku.”
“Aku tidak dapat mengelak berpikir bahwa engkau bekerja begitu keras… dan untuk apa?”
Farhad memegang bahu lelaki tua itu dan membalikkan tubuhnya, “Tolonglah, katakan apa yang engkau tahu!”
“Kekasihmu sudah tiada,” lelaki tua itu membuka rahasia dengan nada gusar dan sedih. “Syirin telah tiada dua hari yang lalu.”
Farhad melepaskan bahu lelaki tua itu, tubuhnya merosor terduduk di tanah, terpaku.
Malam sudah datang. Orang tua itu sudah lama pergi. Namun Farhad belum sedikitpun berubah posisi.
Sedikit demi sedikit, dia mati rasa. Dia tidak memiliki tenaga lagi untuk berdiri. Seakan-akan seluruh pekerjaan fisik berbulan-bulan yang telah dilakukannya tiba-tiba berbalik menyerang tubuhnya. Dia beringsut-ingsut menyeret dirinya di tanah hingga ia bisa meraih pahatan wajah Syirin yang dibuatnya. Tangannya, yang penuh parut dan melepuh, mulai berdarah ketika Farhad membelahi pahatan itu, meninggalkan darahnya pada wajah yang terpahat. Kemudian dia menekan wajahnya dengan penuh derita pada pahatan paras Syirin.
Keesokan harinya, Khusraw memindahkan tubuh Farhad yang sudah tidak bernyawa dari Bistun, dan menguburkannya dengan nisan sederhana.
Syirin berkabung atas kematian Farhad selama beberapa hari. Khusraw menulis ucapan dukacita kepada Syirin, yang dijawab dengan ucapan : “Engkau telah mencabut persabatan kami. Aku berdoa semoga Tuhan akan mengampuni jiwamu.”
Kenangan tentang Farhad segera sirna dari benak orang-orang. Kehidupan terus berlanjut. Cinta Syirin kepada Khusraw lebih kuat dari sebelumnya-begitu kuat, sehingga Syirin memaafkan apa yang pernah dilakukan Khusraw kepada Farhad. Syirin masih mencintai Khusraw, sedangkan Khusraw juga masih mencintai Syirin. Mereka tidak pernah bertemu, namun masing-masing selalu berusaha mencari tahu kabar satu sama lain dari teman-teman mereka.
Sekali lagi tragedi terjadi, ketika Maryam-sang ratu, sakit mendadak dan menemui ajalnya. Ketika masa berkabung telah berlalu, Syirin mengirimkan ucapan belasungkawa kepada Khusraw, dengan kalimat tambahan, “Sekalipun ratu telah tiada, raja tak perlu merasa cemas. Aku yakin Yang Mulia dapat menemukan kesenangan hidup dalam pelukan wanita lainnya yang banyak tersedia.” Geram karena ejekan tersebut, Khusraw tidak menjawabnya. Sebaliknya, dia menuruti saran Syirin dan benar-benar melakukannya.
Selama dua tahun Khusraw menyibukkan diri dengan mencobai pelbagai jenis perempuan cantik. Tetapi akhirnya kemarahannya mereda dan dia menyesali perbuatannya yang gegabah. Dia ingat kembali kepada sobat lama sekaligus keluarganya, yaitu Syapur, yang telah menemani Syirin selama bertahun-tahun. Khusraw kemudian mengirim pemberitahuan bahwa dia ingin bertemu.
Syapur mengatur pertemuan pribadi dengan sang raja di ruangannya. Syapur juga mengupayakan agar Syirin menunggu di ruang sebelahnya. Dalam jawabannya terhadap pertanyaan sang raja mengenai Syirin, Syapur meyakinkan Khusraw bahwa Syirin belum berhenti mencintainya dan tidak membiarkan seorang lelaki pun memasuki hatinya. Syirin mengikuti berita tentang sang raja setiap hari, kata Syapur, menunggu saat untuk bertemu kembali dengan Khusraw. “Aku lebih mengenalmu daripada dirimu sendiri,” kata Syapur kepada Khusraw. “Aku tahu engkau juga masih mencintainya. Tetapi, seperti halnya Syirin, engkau terlalu angkuh dan terlalu keras kepala untuk mengakuinya.” Syapur berjalan mendekati sang raja. “Ayo, sekaranglah waktunya untuk bertemu dengannya. Engkau berutang maafnya.” Sebelum raja dapat menjawab, Syirin melangkah masuk. Diam-diam Syapur lalu menyelinap pergi, menutup pintu di belakangnya.
Kemarahan dan keputusasaan yang mengendap bertahun-tahun seolah lenyap begitu kedua pencinta itu berpelukan. Khusraw dan Syirin membincangkan semua yang telah mereka alami selama perpisahan mereka. Kemudian Khusraw berlutut di hadapan Syirin dan dengan rendah hati memohon Syirin agar mau menjadi ratunya.
Keesokan harinya, Syirin dikawal menuju ibukota. Enam orang pelayan membantunya mengenakan baju gaun pengantin yang paling mewah yang ada di kerajaan itu. Seluruh penduduk kota diundang menjadi saksi peristiwa magis penyatuan Syirin dan Khusraw ketika mereka berlutut di hadapan pendeta tertinggi. Akhirnya, mereka bersatu di dalam mahligai pernikahan. Perayaan pernikahan tersebut berlangsung gegap-gempita selama berhari-hari.
Syirin menyerahkan takhta Armenia kepada Syapur, dan menjadi penasihat paling bijak bagi Raja Khusraw. Rakyat mencintainya, dan dengan bebas datang menemuinya membawa persoalan mereka. Syirin akan mendengarkan mereka dan membuat rekomendasi kepada Khusraw. Persia tidak pernah tampak semakmur seperti saat itu.
Namun ada satu titik gelap di dalam gambaran yang cerah ini. Titik gelap itu adalah Shirwieh, putra Khusraw dari Maryam. Pemuda ini telah mengalami masa kecil berliku-liku, dan Khusraw mencemaskannya. Oleh karena itu, atas saran para penasihatnya, sang raja tidak mengumumkan Shirwieh sebagai pewaris takhtanya. Shirwieh tidak tahan melihat ayahnya bahagia dalam pernikahan barunya dan melihat ayahnya semakin popular di mata rakyat. Sudah lama Shirwieh menyimpan dendam, dia menyalahkan kematian ibunya sebagai akibat pangabaian Khusraw. Keadaan bertambah buruk, karena pemuda itu tidak dapat menolak pesona kecantikan Syirin dan jatuh cinta kepada Syirin. Semua kepiluan ini membuat Shirwieh yang iri dengki diam-diam berencana membunuh ayahnya.
Untuk membangun kekuatan di istana raja, Shirwieh menyogok orang-orang di situ dan menjanjikan mereka kesejahteraan dan posisi yang akan mereka peroleh apabila ia berkuasa. Dengan hati-hati dia mengumpulkan orang-orang di sekelilingnya dengan cara menyamar ke tempat-tempat umum, dan bersikap sebagai orang biasa. Meskipun Raja KHusraw tidak pernah memberi komentar dan saran serius di istana menanggapi pendapat Shirwieh, Shirwieh memberi kesan kepada publik bahwa dia-lah yang telah membela orang-orang lemah di istana, dan bahwa dia-lah yang berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Setelah mengambil hati rakyat dan menjilat pejabat istana, Shirwieh member sentuhan puncak pada rancangannya: dia dan pengikutnya menawan Khusraw dan Syirin di istananya sendiri. Putra yang jahat itu lantas menduduki takhta dan mengumumkan dirinya sebagai raja.
Anehnya, sang Raja tidak berusaha mengambil kembali mahkotanya. Bersama ratunya, dia hidup terasing dalam ruangan yang sederhana di mana mereka dikurung.
Melihat kebahagiaan mereka, palu kekalahan meremukkan hati Shirwieh. Dalam bayangannya yang penuh hasrat, Shirwieh mengira Syirin akan tetap ingin menjadi ratu, dan akan dengan pasrah kepadanya-raja yang baru. Namun Syirin terus setia kepada cintanya. Hal yang tidak dapat ditahan Shirwieh melihat Syirin selalu berada di dalam pelukan ayahnya. Oleh karena itu Shirwieh menyibukkan diri dengan rencana barunya.
Lewat tengah malam, bulan purnama bersinar, tidak ada suara terdengar dan keheningan meliputi istana. Diam-diam Shirwieh membuka pintu ruang tawanan. Syirin dan Khusraw tampak berdampingan terlelap dengan damai. Shirwieh merasakan amarah bergejolak di dalam dirinya. Dia menggertakan giginya, dan mencabut belati dari sarungnya. Dia menggenggam belati itu di atas tubuh ayahnya sesaat, lalu menghujamkannya tepat  pada jantung ayahnya. Shirwieh bergegas lari menuju pintu dan meninggalkan ruangan tersebut.
Khusraw terbangun oleh rasa sakit yang membakar dadanya. Dia sadar ia sedang sekarat, namun tidak ingin membuat Syirin takut, jadi dia menggigit bibirnya, menahan penderitaannya hingga akhirnya dia tidak kuat lagi membuka matanya. Tak lama kemudian, basahnya darah Khusraw membangunkan Syirin. Tetapi, sudah terlambat, karena suami tercintanya telah tiada-dibunuh dengan tangan dingin.
Tidak sulit bagi Syirin untuk menebak siapa pembunuhnya, tapi dia tidak berkata apa-apa. Penampilan Syirin sepenuhnya tenang dan pasrah, dengan anggun dia menerima lamaran Shirwieh. Dia hanya meminta waktu untuk mengadakan pemakaman yang terhormat bagi Khusraw.
Diam-diam Syirin memberikan seluruh miliknya kepada kaum papah, hanya menyimpan perhiasan dan gaun terbaliknya yang dkenakannya pada hari pemakaman. Ketika dia bergabung dengan para bangsawati lainnya selama prosesi pemakaman, orang-orang terkejut melihat bagaimana dia sengaja berdandan dan bersolek. Apakah itu sikap yang pantas bagi seorang janda yang sedang berkabung? Dan yang lebih buruk lagi, sang ratu kemudian menari di kawasan perkuburan tersebut. Kelihatannya dia begitu senang dengan kematian suaminya-atau mungkin dia juga sudah gila!
Di dalam ruang pemakaman Khusraw, Syirin meminta semua temannya supaya membiarkannya sendirian untuk mengucapkan perpisahan kepada suaminya. Ketika semua orang telah meninggalkan ruang pemakaman, Syirin berdiri diam di samping suaminya, dengan penuh rasa hormat menatap mata suaminya yang terpejam. Kemudian dengan tenang dia meraih sesuatu dari balik gaunnya dan mengeluarkan pisau yang disembunyikannya. Tanpa ragu Syirin menancapkan pisau tersebut pada jantungnya sendiri. Syirin terjatuh di atas tubuh suaminya, dia merebahkan kepalanya di atas dada suaminya. Syirin meninggal dengan senyum di bibirnya

Kisah Cinta Qais dan Laila

§ 0

Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt  memberikan anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”
Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”
Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.
Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.
Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-”Sang Malam”. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun.
Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba
waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.
Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu pada masyarakat sekitar.
Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, ” Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!”
Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun
duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat.
Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.
Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.
Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.
Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.
Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.
Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi.
Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah
Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali
detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan
lupa waktu.
Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di
luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah
seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan
kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila,
maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan
kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya.
Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap
pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah
Laila, bahkan
dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan
bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama
lain, sungguh ia salah besar.
Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk
mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah
kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun
disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang
tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, “Engkau
tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu
“Cinta dan Kekayaan”.
Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku
sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia
dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku
menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan
terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku
kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya.
Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan
iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan
kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku,
akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”
Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu
anaknya adalah teladan utama bagi kawan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak
yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang
dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya.
Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan
diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,”
pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.”
Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta
makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu,
gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa
mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun
diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan
sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai
kesamaan dengan yang dimiliki Laila.
Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya
punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip
Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya,
Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu
hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang
dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha
mengelabuinya.
Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya
sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga
akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini,
ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah
dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang
menghancurkan ini.
Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah,
tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para
Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal
saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa,
cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi
yang bisa ia lakukan untuk anaknya.
Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang
banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia
tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal
direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal
didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang
Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya.
Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa
Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan
bumi.
Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada
sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan
rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya
compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak
beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di
kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.
Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa
yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu
bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya
dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan
menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam
kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga
lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas
itu.
Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui
bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas
seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang
musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada
Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang
musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.
Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya,
sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir
ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan
bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk
menjemputnya.
Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah
Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya
terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar
Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami,” jerit sang
ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat
persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai
ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong
lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan
beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk
mencinta.” Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan
terakhir mereka.
Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani
situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh
keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat
Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia
berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya.
Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah
syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia
diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas
kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam
potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara
demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.
Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang
mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu
bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya
melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau.
Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu
tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan
kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah
seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam
perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat
terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.
Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia
bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua
kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Kaetika Amr kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan
ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak
orang yang terbunuh atau terluka.
Ketika pasukan ‘Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan
pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan
putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin
membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah
bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.
Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan
pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit
dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka
dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.
Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa
ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa
kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian
bersimpati kepada Majnun, ‘Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang
dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun
memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.
Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia
nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya
menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan
serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari
ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja
menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui
perkawinan itu.
Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih
senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan
permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja
keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila
merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.
Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa
mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena
itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin,
masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar
kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa
waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa
Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.
Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan
meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat
hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut
menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang
berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya
ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan
ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus
tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah
menjadi semakin lebih dalam lagi.
Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas
perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya
meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku,
sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah
lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya
akan memanggil-manggil namamu, Laila”.
Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda
pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam
hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian
lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu
ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau
membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu” . “Kini, aku harus
menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik
orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk
cinta, engkau ataukah aku?.
Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap
tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang
sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat
binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan
syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya
pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.
Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai
kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang
sanggup mengusik dan mengganggunya.
Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil
mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian
dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam
sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa
pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan
hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar
dengan Laila.
Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia
ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat
singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab
hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim
panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk
perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama
dirindukannya.
Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya
sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya
dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah
ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin
membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan
dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam.
Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya
hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup
bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia
masih memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi
untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia
akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu
malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal
dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.
Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama
kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu,
ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri
selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju
desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas
tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar
kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.
Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya,
per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal
dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama
setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan
kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas
kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu
adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di
samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini
bersatu kembali.
Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir
di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan
mendudukkannya disisi-Nya.Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah
engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum
anggur Cinta-Ku?”
Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan
sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun
bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran
ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya,
“Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia
Cinta dalam dirinya sendiri.”
Wa min Allah at Tawfiq
Diambil dari Negeri Sufi ( Tales from The Land of Sufis )
Tentang Penulis Laila Majnun, Syaikh Sufi Mawlana Hakim Nizhami qs :
Syaikh Hakim Nizhami qs merupakan penulis sufi terkemuka diabad pertengahan
karena dua roman cinta yang menyayat hati, yaitu Laila & Majnun serta Khusrau &
Syirin. Kisah sedih Laila & Majnun , dimana Majnun yang berarti “Tergila-gila
akan Cinta”, karena cintanya yang tak sampai pada Laila, akhirnya membuatnya
gila. Kisah cinta ini dibaca selama berabad-abad, ratusan tahun jauh sebelum
Romeo & Julietnya Wiliam Shakespeare sehingga Kisah Laila & Majnun terkenal
sebagai kisah cintanya Persia .
Syaikh Nizhami qs adalah seorang Syaikh Sufi, dan yang dimaksud “kekasih”
dalam berbagai kisahnya sesungguhnya adalah perwujudan Allah swt. Syaikh
Nizhami hidup dari tahun 1155 M – 1223 M, beliau lahir dikota Ganje di
Azerbaijan. Ia telah menempuh jalan sufi semenjak masa mudanya, dan ia diajar
oleh Nabi Khidir as, Sang Pembimbing Misterius dan ia dilindungi 99 Nama Allah
Yang Maha Indah ( Asmaul Husna).
Syaikh Nizhami qs sangat menguasai berbagai macam ilmu, seperti matematika,
filsafat, Hukum Islam, dan kedokteran. Banyak karyanya merupakan pelajaran
tersembunyi bagi pemeluk tariqah sufi dan penempuh jalan spiritual. Karya Syaikh
Nizhami qs terkenal karena bahasanya yang halus. Karya Laila dan Majnun
sebenarnya berbentuk sajak berirama sebanyak 4500 syair sajak, yang dikenal
dengan sebutan Matsnawi. Sebagaimana lazimnya terjadi pada para Syaikh Sufi,
yang tertinggal dari Syaikh Nizhami qs adalah ajaran-ajaran sufi yang sangat
tinggi.

Sampah Yang Terkutip 5

Selasa, 22 Mei 2012 § 0

Sampah Yang Terkutip 5

33. Tugas kita adalah menyalakan lilin,bukan pencela kegelapan."
34. =>Ingin kukatakan arti CINTA kepadamu kawan,agar kau mengerti arti sesungguhx..
Tak akan terlena dan terbAwa harumx bunga asmara yang akan membuat drimu sengsara,cinta suci luar biasa fitrah bagi manusia,ksh syang dr Sang Pencipta..
35. =>Jika dakwah adlah jln yg panjang,maka jgnlh prnh brhenti sblm mnemukan penghujungx..
Jika dakwh ni bebamx berat,mka jgnlh mnta tuk dringankn,tetpi mintalh punggung yg ko2h&kuat agar mmpu mnopangx..
Jika dakwah ni pndukungx sdikit,mka djdikan yg sdikit itu tetap istiqomah dlm aktivitas kbaikan..
Brg syp yg brjuang mnyelamatkan agama Alloh,maka Alloh akn mNinggikn drajatx N mneguhkn kedu2kanx,Untukmu pjuang dakwah..!
36. =>>Mukmin yg kuat lbh dcintai Alloh drpda mukmin yg lemah.

Sampah Yang Terkutip 4

§ 0

Sampah Yang Terkutip 4

31. =>> Bismillah..

"MENGAPA HARUS WANITA SHOLEHAH"

Terkadang Orang heran dan bertanya,,
Kenapa Harus mereka???
yang bajunya panjang,tertutup rapat,dan malu2 kalau berjalan..

Aku menjawab..Karena mereka ..lebih rela bangun pagi menyiapkan sarapan buat sang suami,dibandingkan tidur bersama mimpi yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan lain saat ini..

Ada yang bertanya,Kenapa harus mereka???
yang sama laki2 saja tak mau menyentuh,yang kalau berbicara di tundukkan pandangannya,bagaimana mereka bisa berbaur???

Aku menjawab..Tahukah kalian,bahwa hati mereka selalu terpaut pada yang lemah,pada pengemis dijalanan,pada perempuan2 renta yang tak lagi kuat menata hidup.
Hidup mereka adalah sebuah totalitas untuk berkarya dihadapan-Nya.
bersama siapapun slama mendatangkan manfaat adalah kepribadian mereka..
Untuk itu aku menjamin mereka kepadamu,,bahwa kau tak akan memiliki mereka.
kau tak akan rugi dengan segala kesederhanaan,dan kau tak akan rugi dengan semua kepolosan yang mereka miliki..
Hati yang bening dan jernih dari mereka,telah membuat mereka menjadi seorang manusia sosial yang lebih utuh dari wanita manapun..

Sering juga kudengar,Mengapa Harus Mereka????
yang tidak pernah mau punya cinta sebelum akad nikah itu berlangsung,yang menghindar ketika sms-sms pengganggu dari para lelaki itu berdatangan,yang selalau punya sejuta alasan untuk tidak berpacaran..
Bagaimana mereka bisa romantis??/
Bagaimana mereka punya pengalaman untuk menjaga cinta,apalagi Jatuh Cinta???

Aku menjawab...Tahukah kamu,bahwa cinta itu fitrah,karena ia fitrah maka kebeningannya harus slalu kita jaga..
Fitrahnya cinta akan mudah mengantar seseorang untuk memiliki kekuatan untuk berkorban,keberanian untuk melangkah,bahkan ketulusan untuk memberikan semua perhatian..
Namun,,ada 1 hal yang membedakan antara mereka dengan wanita-wanita lainnya,,
Mereka memiliki cinta yang suci untuk-NYA..
Mereka mencintaimu karenaNYA,berkorban untuknu karenaNYA,memberikan segenap kasihnya padamu juga karenaNYA..
Iulah yang membedakan mereka,tak pernah sedikitpun mereka berpikir, bahwa mencintaimu karena Fisikmu,mencintaimu karena kekayaanmu,mencintaimu karena keturunan keluargamu..
Cinta mereka murni..Bening..Suci..Hanya karenaNYA..
kebeningan inilah yang membuat mereka berbeda..
mereka menjadi Anggun,seperti permata2 syurga yang kemilaunya akan memberikan cahaya bagi dunia..
ketulusan dan kemurnian cinta mereka akan membuatmu menjadi lelaki paling bahagia.

Sering juga banyak yang bertanya..MEngapa Harus Mereka?????
yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur'an dibanding ke salon,yang lebih sering menghabiskan harinya dari kajian ke kajian dibandingkan jalan-jalan ke Mall,yang sebagian besar waktunya tertunaikan untuk hajat orang banyak,untuk Dakwah,untuk perubahan bagi Lingkungannya,dibandingkan kumpul-kupmul bersama teman sebaya mereka sambil berdiskusi yang tak penting.
Bagaimana mereka bisa menjadi wanita Modern???

Aku menjawab...Tahukah kamu,bahwa dengan seringnya mereka membaca Al-Qur'an maka memudahkan hati mereka untuk jauh dari DUnia..
Jiwa yang tak pernah terpaut dengan Dunia akan menghabiskan harinya untuk memperdalam Cinta pada Alloh..
Mereka akan menjadi orang2 yang lapang jiwanya meski materi tak mencukupi mereka,mereka mnjadi orang2 yang paling rela menerima pemberian suami,apapun bentuknya,karena Dunia bukanlah tujuannya.Mereka akan dengan mudah menyisihkan sebagian rezekinya untuk kepentingan orang banyak,dibanding menghabiskannya untuk dirinya sendiri.
Kesucian ini,hanya dimiliki oleh mereka yang terbiasa dengan Al-Qur'an,terbiasa dengan majelis-majelis Ilmu,terbiasa dengan RumahNYA.
Jangan Khawatir soal bagaimana mereka merawat dan menjaga diri..
Mereka tahu bagaimanan memperlakukan suami dan bagaimana bergaul didalam sebuah keluarga kecil mereka.mereka sadar dan memahami bahwa kecantikan Fisik penghangat kebahagiaan..
kebersihan jiwa dan nurani mereka selalau bersama dengan keinginan yang kuat untuk merawat diri mereka.
Lalu....Apakah yang kau khawatirkan jika mereka sudah memiliki semua Kecantikan itu???
Dan jangan takut mereka akan ketinggalan Zaman.
tahukah kamu bahwa kesehariannya selalu bersama dengan ilmu pengetahuan..
Mereka Tangguh menjadi seorang pembelajar,mereka tidak gampang menyerah jika harus terbentur dengan kondisi Akademik.
mereka adalah orang2 yang tahu dengan sikap profesional dan bagaimana mnjadi orang2 yang siap untuk sebuah perubahan.Perubahan bagi mereka adalah sebuah Keniscayaan,untuk itu mereka telah siap akan selalu siap bertransformasi mnjadi wanita2 hebat yang akan memberikan senyum bagi Dunia.

Dan sering sekali,orang tak puas dan terus bertanya,,MENGAPA HARUS MEREKA????

Dan Akhirnya AKUPUN MENJAWAB..
Keagungan,Kebeningan,Kesucian,dan semua Keindahan mereka ,tak akan mampu kau pahami sebelum kau menjadi Lelaki Shalih seperti mereka.
Yang pandangannya terjaga..yang lisannya bijaksana..yang siap berkeringat mencari nafkah,yang kuat berdiri mnjadi seorang IMAM bagi sang Permata Mulia,yang tak kenal lelah untuk bersama-sama mengenalNYA,yang siap membimbing mereka,hingga meluruskan khilaf mereka.
Kalian yang benar2 hebat secara Fisik,jiwa,dan Imanlah yang akan memiliki mereka. Mereka adalah bidadari2 syurga yang turun ke Dunia,Maka Alloh takkan begitu mudah untuk memberikan mereka kepadamu yang tak berarti dimataNYA.
Alloh menjaga mereka untuk sosok-sosok hebat yang akan merubah Dunia.
Menyuruh mereka menunggu dan lebih bersabar agar bisa bersama dengan para Syuhada Sang Penghuni Syurga..
Menahan mereka untuk dipasangkan dengan mereka yang tidurnya adalah Dakwah,yang waktunya adalah Dakwah,yang kesehariannya tercurahkan untuk Dakwah..
Sebab..mereka adalah wanita2 yang menisbahkan hidupnya untuk Jalan Perjuangan.
Alloh mempersiapkan mereka untuk menemani Sang Pejuang yang sesungguhnya,yang Bukan hanya Indah Lisannya,tapi juga Mengetarkan Lakunya. Alloh mempersialkan mereka untuk Sang Pejuang yang malamnya tak pernah Lalai untuk Dekat DenganNYA. Yang siangnya dihabiskan dengan berjuang untuk memperpanjang Nafas ISLAM di BumiNYA.
Alloh mempersiapkan mereka untuk Sang Pejuang yang Cintanya kpda Alloh melebihi kecintaan mereka kpda Dunia.yang akan rela berkorban,dan meninggalkan Dunia selagi Alloh Tujuannya.yang cintanya takkan pernah habis meski semua isi Bumi tak lagi berdamai kepadanya.
Alloh telah mempersiapkan mereka untuk Lelaki2 Shalih Penghulu Syurga..

Seberat Itukah????????

Ya Takkan Mudah..Sebab Syurga itu tidak bisa diraih hanya dengan bermalas-malasan,tanpa ada PERJUANGAN..!!

_(Oleh: Yusuf Al Bahi)_
32. Alhamdulillah ya Robb..Engkau mngijinkan hamba untuk dpat brkunjung ke sulawesi,,sudah 13thn sy tak pernah ksana bhkan hampir lupa bgaimana itu sulawesi,wlaupun mlewati prjalnan wakTu 1hr 1mlm menempuh lauT nan luas tak apalah q sgt brSyukur,,mudahknlh perjalanan kami esok hri ya Robb..tman2 do'a kan shanty ya smOga perjalnan esok lncar..





Sampah Yang Terkutip 3

§ 0

Sampah Yang Terkutip 3

21. Satu Generasi dgn Satu Ciri,Penuh Percya Diri kpd Robbi
dgn Jati Diri Islam yg Mandiri,Tuntun Ummat pd Satu Tuju yg Hakiki
Generasi ini bukan Sensasi,Bukan Halusinasi Kolaborasi,Generasi ini Realisasi dr Perjuang Panjang Penuh Penantian..
Generasi ini Generasi Sujud yg Tunduk dn Patuh Akan Sunnatulloh
Serta Rela atas Ketentuan Robbani untuk Laksanakan Setiap Aturan Ilahi

Seraya Menanti Semua Alam Berseru Memanggil Generasi Penantian,,
Seraya Menanti Setiap Makhluk Berseru Meminta Kehadiran,,
Seraya Menoleh Setiap Orang Berseru Telah Datang Generasi yg Mulia..



22.Bismillah..
Sekali lagi "Ini Tentang Cinta"
Smua ini Berawal dr Cnta, dn Disbabkn Oleh Cnt.Mka Aku pn Jg akn Mnyelesaiknx Dg Cinta"
Bnyk Hal yg Aku Dpatkn dr Kjadian2 ini Slh 1x adlh bhw Kkuatan Cnt teramat Sgt Besarr,Ia bs Mmbangkitkn Smangat Hdp Ssorg,Cnt itu akn dtang Kpdmu dg Sjuta Wajah. Tdk Hnya Wajah Yg Brseri2,ttpi jg wajah yg Redup,sreDup Bulan Tua yg Trtu2p Mndung.aku akn Lbh Bijak Mnyikapi Cnt,Adlh Bnar bg Sorg Muslim untk Tdk Mnyikapi Cnt yg Blm Saatx,,Aku jd Kasihan dg CINTA,,Ia Smakin Lama Smkin Hitam dn Mnanggung Malu Atas Stiap Hal Buruk yg Mngatasnamakn Dirix,Itulh Mngapa Bagiku Cnta Sharusx adlh Sbuah PERNIKAHAN..

#Kini,,Bagai Seorang Pemulung Buta yg Mencoba Memungut Secercah KESADARAN




23.Seperti dikatakan org bijak: Bahwa,,Cinta bukanlah mencari Pasangan yg Sempurna, tapi Menerima Pasangan Qita dengan Sempurna.


jika kau mampu, jadilah sesuatu yang besar, menggelora, mengubah, mewarnai, bahkan mencipta sejarah. Jika kau mampu, kau harus menjadi yang tinggi, atau yang dalam sekali, agar besar manfaatmu untuk manusia dan alam ini.

Tapi jika kau tak mampu, tak mengapa. Jadi kecil saja, setitik, mungkin tak nampak, bahkan tak terasa. Tapi kau mandiri, tak merepotkan sesama, dan tak menimbulkan kerusakan di tempat kau berada. Jika kau tak mampu, jadi kecil pun tak apa, asal kau tak mengganggu, apalagi menjadi penghalang ketika kebaikan dan kebenaran ditegakkan.

Maka, jika kau mampu, jadilah jalan yang besar, tempat banyak orang memanfaatkanmu untuk menempuh perjalanan menuju tujuan. Pergi dan kembali, dengan baik dan selamat, tiba di tempat.

Tapi jika kau tak mampu, tak mengapa. Jadi saja jalan setapak, yang bahkan hanya bisa dilewati seorang saja, mungkin itu dirimu sendiri. Tapi jadilah jalan setapak yang menuju tujuan, tak sesat di tengah jalan. Maka kau telah menolong lainnya dengan cara tak menjadi beban yang memberatkan.

Maka, jika kau mampu, jadilah lampu besar yang benderang. Memberi sinar dan mengusir kegelapan, bahkan bercahaya menampakkan pemandangan. Kau buat sekitarmu, menikmati terang dan tak dirundung pekat kegelapan.

Tapi jika kau tak mampu, tak mengapa. Jadi saja lentera kecil, meski sinarnya temaram tapi itu berguna untuk dirimu agar tak sesat di tengah kegelapan. Mungkin tidak seterang lampu besar, mungkin tidak sebenderang sinarnya, tapi lentera itu insya Allah menjagamu agar tak dirundung kegelapan.

Maka, jika kau mampu, jadilah angin puting beliung atau topan, menyapu dan menggulung kemaksiatan serta melibas bersih kezaliman. Jadilah angin dan tenaga yang membuat mereka yang durjana merasa gentar, meski hanya mendengar namamu saja.

Tapi jika tak mampu, tak mengapa. Kau cukup jadi semilir, angin kecil yang menyejukkan. Menghilangkan pengap panas, menyegarkan orang-orang yang kelelahan di jalan kebaikan, dan membuat napas mereka kembali longgar. Tak mengapa, kau bisa menjadi angin kecil saja, itu cukup sudah.

Maka, jika kau mampu, jadilah hujan dan bandang, dengan airnya kau gerus semua kebathilan dan kemunkaran. Maka jadilah badai dan gelombang, yang akan kau gunakan kekuatannya untuk memerangi keburukan.

Tapi jika tak mampu, tak mengapa. Kau jadi saja setetes embun di ujung-ujung daun. Menyegarkan mata yang memandang, dan menghapuskan dahaga rumput-rumput yang meski liar, tetap memerlukan sentuhan. Jadilah setitik air yang melampangkan harapan serta kehidupan.

Jika kau tak mampu menjadi besar, tak mengapa. Jadi kecil saja, mandiri, tak menjadi beban, dan tak pula menjadi penghalang. Itu pun, cukup sudah, di ujung perjalanan kita akan bertemu sebagai orang-orang yang dipersatukan dalam kebaikan. Insya Alloh..!
Aamiin..



24. => Subhanalloh Lantunan Ar Rahman oleh Syeikh Mishary Rashid Al-Alafasy ditengah Rintiknya Hujan,, Alhamdulillah...


25. Pesona Pengetahuan terasa Menakjubkan. Ia seperti Kejuatan yg Menyadarkan, Mencerahkan dan Menggerakkan pd Amal Nyata. Karena itulah Islam Menggesa Umatx untk Senantiasa Berbekal dgn Ilmu. Dgn Ilmu Qita tak Sesat Jalan. Selain itu, ilmu Mengantarkan pd Keyakinan dan Konsistensi dlm Beramal..

Musa'id bin Abdillah as-Salman

26. Bismillah..
Sekali lagi "Ini Tentang Cinta"
Smua ini Berawal dr Cnta, dn Disbabkn Oleh Cnt.Mka Aku pn Jg akn Mnyelesaiknx Dg Cinta"
Bnyk Hal yg Aku Dpatkn dr Kjadian2 ini Slh 1x adlh bhw Kkuatan Cnt teramat Sgt Besarr,Ia bs Mmbangkitkn Smangat Hdp Ssorg,Cnt itu akn dtang Kpdmu dg Sjuta Wajah. Tdk Hnya Wajah Yg Brseri2,ttpi jg wajah yg Redup,sreDup Bulan Tua yg Trtu2p Mndung.aku akn Lbh Bijak Mnyikapi Cnt,Adlh Bnar bg Sorg Muslim untk Tdk Mnyikapi Cnt yg Blm Saatx,,Aku jd Kasihan dg CINTA,,Ia Smakin Lama Smkin Hitam dn Mnanggung Malu Atas Stiap Hal Buruk yg Mngatasnamakn Dirix,Itulh Mngapa Bagiku Cnta Sharusx adlh Sbuah PERNIKAHAN..

#Kini,,Bagai Seorang Pemulung Buta yg Mencoba Memungut Secercah KESADARAN

27. Satu Generasi dgn Satu Ciri,Penuh Percya Diri kpd Robbi
dgn Jati Diri Islam yg Mandiri,Tuntun Ummat pd Satu Tuju yg Hakiki
Generasi ini bukan Sensasi,Bukan Halusinasi Kolaborasi,Generasi ini Realisasi dr Perjuang Panjang Penuh Penantian..
Generasi ini Generasi Sujud yg Tunduk dn Patuh Akan Sunnatulloh
Serta Rela atas Ketentuan Robbani untuk Laksanakan Setiap Aturan Ilahi

Seraya Menanti Semua Alam Berseru Memanggil Generasi Penantian,,
Seraya Menanti Setiap Makhluk Berseru Meminta Kehadiran,,
Seraya Menoleh Setiap Orang Berseru Telah Datang Generasi yg Mulia..

28. Seperti dikatakan org bijak: Bahwa,,Cinta bukanlah mencari Pasangan yg Sempurna, tapi Menerima Pasangan Qita dengan Sempurna.
Cintai Seseorg Cukup dgn HATI Tidak dgn JIWA,Agar Suatu Saat Nanti Jika Qita Kehilangan dia,Cukup Hnya Sakit Hati,Tidak Sakit Jiwa..

NB:Sedikit brcanda,kuharap kalian Trsenyum :)

29. => Jika Wanita Cantik yg engkau cari, ia Bukanlah saya
Jika Wanita Sholehah yg engkau cari, ia Bukan saya
Jika Wanita Ayu yg engkau cari, ia Bukan Saya
Jika Wanita Kaya yg engkau Cari, ia Bukan saya
Tapi, Jika Wanita yg Ingin di Bimbing, ia Adalah Saya.
Bimbing dan Berilah Ilmu Agama pada Saya, Siapapun dirimu,
Tetapi Cukuplah dengan Agama yg Ada Padamu..

*Teruntuk Akhi yg Tidak kutahu siapa dirimu,hingga saatx Tiba..
♥ Insya Alloh ♥

30. "BEGINILAH CARAKU MENCINTAIMU...


"Ada kekasih yang membuktikan cintanya dengan jutaan kalimat pujian dan rayuan..

Ada pula dengan sikap nan penuh kasih..

Tak sedikit dengan pengorbanan yang meluluh lantakkan harga diri..

Ada pula dengan menguras tenaga dan materi..

Namun bagiku..Aku mencintaimu dengan menundukkan wajahku padamu,bukan karena ku ingin berpaling darimu,tapi karena ku ingin menjaga pandanganmu dari panah-panah iblis..

Ku mencintaimu dengan tidak melemah lembutkan suaraku padamu,bukan karena aku ingin menyakitimu,namun karena aku ingin menjaga hatimu dari bisikan syaitan yang menipu..

Ku mencintaimu dengan menjauh darimu,bukan karena ku membencimu,namun karena ku ingin menjagamu dari khalwat yang menjebak..

Ku mencintaimu dengan menjaga dirimu dan diriku..Menjaga kesucianmu dan kesucianku..Menjaga kehormatanmu dan kehormatanku..Menjaga kebeningan hatimu dan hatiku..

Cinta..Tak mengapa saat ini kita jauh,karena kelak Allah yang akan menyatukan kita dalam ikatan sucinya..Karena itu jauh lebih berarti..Jauh lebih abadi..

Karena ku yakin..Janji Allah adalah pasti,wanita yang baik untuk laki-laki yang baik..

Seperti inilah ku mencintaimu..Dengan menjaga kesucian diri, jiwa, dan hatiku..Hanya untuk ku persembahkan padamu kelak..

Oleh karena itu cinta..Jaga kesucian cintamu juga hanya untukku..

Yaa Rabb,,pada-Mu ku titipkan cintaku padanya.